12/02/10

valentine day dalam pandangan islam

A. ASAL USUL VALENTINE’S DAY
Bulan Pebruari dijadikan oleh Romawi sebagai bulan cinta (love) dan kesuburan. Dalam istilah Barat, Love (cinta) lebih menunjuk-kan hubungan seks. Sedangkan kasih sayang memiliki istilah sen-diri, yakni affection. Oleh karena itu arti sebenarnya making love adalah hubungan kelamin, bukan menja-lin kasih sayang.
Sejak dulu, bulan Pebruari sela-lu ditunggu-tunggu orang Romawi penyembah berhala untuk mencari pasangan baru secara resmi, walaupun setiap hari mereka juga terbiasa gonta-ganti pasangan. Perayaan seks mencapai puncaknya pada pertengahan bulan dalam sebuah pesta yang disebut Festival Lupercalia, dimana para perempuan muda memasrahkan tubuhnya pada para pemuda yang memilihnya dan harus melayani syahwat mereka tanpa syarat selama setahun penuh sampai datangnya bulan Pebruari lagi.


Berabad kemudian, Kristen yang ingin manancapkan pengaruhnya di Istana kerajaan Romawi, banyak mengadopsi simbol dan ajaran Paganisme (penyembah berhala) Romawi ke dalam ajaran gereja, sehingga Festival Luper-calia pun dimasukkan sebagai salah satu hari peringatan (memorial day) bagi gereja. Mitos Santo Valentinus pun dibuat untuk meyakinkan semua kalangan. Gereja mengganti istilah Lupercalian Festival dengan The valentine’s Day.
Dengan penulisan sejarah yang curang dan konspiratif oleh intelektual Barat yang disebarkan dengan kekuatan pedang dan uang, agar masya-rakat dunia meyakini bahwa Valentine’s Day merupakan hari yang sungguh penting, ber-sejarah dan harus dirayakan.
Agar penetrasi budaya penyembah berhala ini bisa diterima oleh banyak kalangan di dunia, terutama pada dunia Islam, maka istilah love yang di Barat sebenarnya bernuansa syahwat, dibelokkan penger-tiannya menjadi kasih sayang. Maka jadilah Valentine’s Day yang sebenarnya merupakan Hari Perayaan Hubungan Seks mengalami pengaburan dan pembelokan makna (enfimis-me) menjadi Hari Kasih Sa-yang. Padahal siapa pun orang dewasa akan mengetahui esensi (hakekat) perayaan tersebut yang banyak diakhiri dengan ritual making love (hubungan kela-min) dengan pasangan yang tidak sah (zinah).
a. Festival Lupercalia
Festival ini merupakan perayaan yang berlangsung pada tanggal 13 hingga 18 Pebruari, dimana pada tanggal 15 mencapai puncaknya. Dua hari pertama (13-14) diper-sembahkan kepada Dewi Cinta (Queen of Feverish Love) bernama Juno Februata.
Pada tanggal 13 pagi hari, pendeta tertinggi Pagan (penyembah berhala) Roma menghim-pun para pemuda dan pemudi untuk mendatangi kuil pemujaan. Mereka dipisah dalam dua barisan dan sama-sama menghadap altar utama. Semua nama perempuan muda ditulis dalam lembaran-lembaran kecil, setiap satu lembar tertulis satu nama. Lembaran tersebut dimasukkan ke kendi besar.
Setelah itu, pendeta mempersilahkan para pemuda satu per satu mengambil satu nama gadis yang berada pada kendi tersebut secara acak hingga wadah itu kosong. Gadis pemilik nama yang terambil, harus menjadi kekasih pemuda yang mengambil namanya dan berkewajiban melayani segala yang diinginkan oleh pemuda tersebut selama setahun hingga tiba Festival Lupercalia di tahun depan.
Tanpa ikatan pernikahan, mereka bebas berbuat apa saja. Dan malam pertama hari itu, malam menjelang 14 Pebruari hingga malam menjelang tanggal 15, di seluruh kota, para pasangan baru itu merayakan apa yang kini terlanjur disebut sebagai Hari kasih Sayang. Suatu istilah yang benar-benar keliru dan lebih tepat disebut dengan Making Love Day atau Malam Kemaksiatan.
Pada tanggal 15 Pebruari, setelah sehari penuh para pasangan baru itu mengumbar syahwatnya, mereka secara berpasangan kembali mendatangi kuil pemujaan untuk memanjatkan doa kepada Dewa Lupercalia agar dilindungi dari gangguan serigala dan roh jahat. Dalam upacara itu, pendeta pagan Roma membawa dua ekor kambing dan seekor anjing yang disembelih diatas altar untuk persembahan kepada Dewa Lupercalia, yang diikuti dengan ritual meminum anggur.
Setelah itu para pemuda mengambil selembar kulit kambing persembahan dan berlari di jalan-jalan kota diikuti oleh para gadis. Jalan-jalan kota Roma meriah oleh teriakan dan tawa-canda para muda-mudi. Para perem-puan berlomba-lomba mendapatkan sentuhan kulit terbanyak dan yang pria berlomba-lomba menyentuh gadis sebanyak-banyaknya.
Perempuan Romawi kuno di zaman itu sangat percaya bahwa kulit kambing yang dipersembahkan kepada Dewa Lupercalia atau Lupercus itu memiliki daya magis yang luar biasa, yang bisa membuat mereka bertambah subur, tambah muda dan cantik. Semakin banyak mereka menyentuh kulit kambing tersebut, mereka yakin akan bertambah cantik dan subur.
b. Mitos Santo Valentinus
Valentine’s Day berasal dari kisah dusta tentang seorang Santo (orang suci dalam pandangan Katolik) yang rela menyerahkan nyawanya demi cinta pada orang lain, yaitu Santo Valentinus. Namun pihak gereja sendiri hingga kini tidak menemukan kata sepakat siapa sesungguhnya Santo ini. Oleh karena itu, Gereja sebenarnya telah mengeluarkan surat larangan bagi pengikutnya agar tidak ikut-ikutan merayakan ritual yang tidak berdasar ini.
Menurut catatan Katolik, ada tiga santo (orang suci) yang bernama Valentinus dan semuanya martir (tewas) pada abad ketiga. Bagi orang Eropa, Pebruari merupakan bulan panjang untuk romantika.
Ada tiga versi mitos Valentinus:
1. Santo Valentinus adalah seorang Katolik yang dengan berani mengatakan di hadapan kaisar Claudius II yang berkuasa di Roma bahwa Yesus adalah satu-atunya Tuhan dan menolak menyembah para dewa dan dewi orang Romawi. Kaisar sangat marah dan menjebloskan Valentinus ke penjara. Orang-orang yang bersimpati kepadanya secara diam-diam menulis surat dukungan dan meletakkannya di depan jeruji penjara. Kisah ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan masalah cinta dan kasih sayang.
2. Valentine mungkin tewas dalam upaya menyelamatkan orang-orang Kristen yang melarikan diri dari penjara untuk menghin-dari penyiksaan dan pembantaian.
3. Valentinus adalah seorang pendeta yang melayani umat Kristen di Roma. Kaisar Roma, Claudius II, berkeyakinan bahwa Romawi akan tetap jaya jika memiliki tentara yang kuat dan tidak terkalahkan. Super tentara ini bisa terpenuhi oleh pemuda-pemuda yang masih suci, belum pernah menyentuh wanita.
Oleh karena karena itu kaisar melarang pemuda Roma untuk menjalin hubungan dengan wanita. Keputusan kaisar ini dianggap oleh Valentinus tidak adil. Dia menentang kaisar dan menikahkan pemuda-pemudi yang saling menyintai secara sembunyi. Ketika kegiatan Valentinnus ini terungkap, Claudius menjatuhi hukuman mati kepadanya.
Versi lain menyebutkan, Ketika Valentine meringkuk di penjara, ia jatuh cinta pada gadis anak penjaga penjara (sipir) yang selalu mengunjunginya hingga santo tersebut mati. Sebelum eksekusi hukuman mati, Santo Valentinus mengirim surat cinta pada gadis itu yang ditandatanganinya dengan nama “From your Valentine’s...” (dari kekasihmu Valentine).
Cerita ini menjadi salah satu mitos yang paling dikenang hingga tanggal 14 Pebruari 496 M, Paus Gelasius meresmikan hari itu sebagai hari untuk memperingati Santo Valentinus. Meskipun begitu, Paus Gelasius sendiri mengakui bahwa dirinya tidak mengetahui tentang santo tersebut. Ada yang mengatakan, Gelasius sengaja menetapkan hal ini untuk menandingi perayaan Festival Lupercalia.
Hari Valentine yang oleh Paus Gelasius II dimasukkan ke dalam kalender perayaan gereja, pada tahun 1969 dihapus dari kalender gereja, karena tidak diketahui asal-usulnya. Oleh karena itu gereja kemudian melarang Valentine’s Day dirayakan. Walaupun demikian, larangan ini tidak ampuh dan V-Day tetap saja dirayakan oleh banyak orang.
Sebagian besar menganggap, Valentine day merupakan budaya untuk mengenang kematian bapak gereja yang sudah dianggap meraih kesucian hidup (santo atau santa, disingkat St.), yakni St. Valentine atau St. Valentinus yang mati sekitar tahun 270 masehi.
B. MISI KRISTEN
Disamping dunia bisnis memanfaatkan moment Valentine day untuk meraup keuntungan besar, Kristen menjadikannya sebagai cara efektif untuk mengkristenkan generasi Islam melalui teori strategi marketing (pemasaran).
Dalam pemasaran ada tiga faktor yang memiliki nilai jual: Institutional selling value, Product selling value, dan Personal selling value.
1. Institutional selling value (nilai jual lembaga /perusahaan).
Suatu lembaga / perusahaan atau merk yang sudah memiliki nama baik (mapan) mempunyai nilai jual lebih tinggi, meskipun produk (barang) yang dipasarkan sebenarnya kualitasnya sama dengan produk merk lain. Seperti Aqua (air), Hewled Packard - IBM - Sony - Toshiba (computer) dan lain-lain.
Kristen sebagai nama (merk) agama tidak memiliki nilai jual (sulit diterima) oleh penduduk Indonesia yang beragama Islam. Sehingga sejak penjajah datang ke Indonesia hingga kini, jumlah pemeluk Kristen di negeri ini tidak bisa mencapai 10% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia.
2. Product selling value (nilai jual produk atau barang).
Konsumen berselera tinggi yang suka lukisan, tidak akan mau tahu apakah pelukis-nya sudah mandi atau masih belum mandi selama setahun, yang penting dia mendapat-kan lukisan yang bagus. Begitu pula kecap, yang tempat memproduksinya baunya menye-ngat hidung.
Produk atau ajaran Kristen seperti tuhan Yesus, Trinitas, dosa waris dan penebusan dosa tidak akan laku (tidak punya nilai jual) bila dipasarkan ke penduduk yang sudah beragama Islam.
3. Personal selling value (nilai jual person/figur)
Penampilan dan kepribadian seseorang - terutama yang sudah memiliki kharisma atau menjadi fublic figur - mudah mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu atau mem-beli barang yang dianjurkan olehnya.
Melalui poin ketiga inilah Kristen menjadi-kan St. Valentine sebagai idola dan public figur kasih sayang manusia. Ternyata banyak umat Islam — terutama para remajanya — dengan mudah menerima tokoh Kristen tersebut sebagai idolanya.
Jika kematian St. Valentine dijadikan sebagai hari kasih sayang, bisa jadi di 25 Desember nanti, umat Islam ikut-ikutan menjadikan hari kelahiran Yesus (Natal) sebagai hari kesela-matan manusia di dunia dan di akhirat, dan Yesus sebagai figur Juruselamatnya.
C. PENETRASI BUDAYA
Budaya yang biasanya didefinisikan seba-gai “hasil budi daya manusia” tampaknya netral dan tidak ada muatan nilai agamisnya. Tetapi kalau kita merujuk kata tersebut dari bahasa Inggrisnya, culture, yang tersusun dari dua kata cult (cara penyembahan) dan lore (adat atau kebiasaan), baru kita menyadari bahwa pada dasarnya setiap budaya merupakan kebiasaan cara melakukan penyembahan atau pengham-baan kepada Tuhan atau dewa.
Sebagai contoh budaya berpakaian. Sebe-lum Islam masuk Indonesia, pakaian wanita-wanita kita sangat minim yang hanya menutupi bagian diatas lutut dan di bawah pusar. Hingga kini di samping kiri jalan masuk kota Malang dari arah Surabaya, kita bisa menyaksikan patung Ken Dedes – selain dari atas lutut dan bawah pusar — masih tampak telanjang.
Kedatangan Islam yang mengajarkan kewajiban menutup aurat, telah merubah budaya berpakaian wanita Indonesia secara perlahan mulai dari berpakaian kemben yang menutupi tubuh mulai dari dada hingga kaki, sampai kemudian muncul budaya berjilbab.
Di Eropa masa lalu, mandi dianggap kebia-saan orang miskin sebagai usaha member-sihkan tubuhnya dari kotoran. Setelah Kristen lahir dan merambah benua itu, semakin hari penduduknya yang buta huruf bertambah jumlahnya, hingga jatuh dalam masa kege-lapan Eropa. Melalui kerajaan dinasti Muawiyah di Andalusia (Spanyol), Islam memperkenalkan budaya membaca – terutama kewajiban membaca Al-Qur’an – dan ilmu pengetahuan pada Eropa, juga membudayakan kewajiban mandi minimal satu jum’at sekali.
Dari sinilah Eropa berangsung-angsur menapaki jalan pencerahan, sehingga kosa-kata dari Arab yang bernuansa peradaban diserap kedalam bahasa-bahasa Eropa. Sebagai contoh yang diserap oleh bahasa Spanyol: Alcoba - kamar tidur (dr al-qubba - kubah), alacena – lemari (dr al khizana), almohada – bantal (dr al mukhada), dll; Yang diserap oleh bahasa Potugis: alcatifa – selimut (dr al qatifa), alfandega – rumah penginapan / hotel (dr al funduq), safra – panen (dr isfarra), dll; Yang diserap oleh Inggris: cable – kabel (dr hablun), sugar – gula (dr sukar), algebra – aljabar - matematika (dr al jabr – Ibn Jabir – nama ulama pakar matematika), alchemy – chemical – kimia (dr al kamiyah – hitungan), algoritm – algoritma – matematika (dr Al Khawarizm – nama ulama astronom muslim dan bapak matematika modern), dll.
Budaya Islam telah mencerahkan Eropa, dan pada akhirnya dunia pun meraih kemajuan peradaban karena kontribusi Islam.
Jika perayaan Valentine’s Day yang mem-figurkan dan mengidolakan Santo Valentinus sudah menjadi kebiasaan umat Islam, maka budaya Islam tercemari oleh budaya Kristiani, yang justru pihak Kristen sekarang melarang perayaan tersebut karena dianggap merusak moral manusia.
D. SIKAP ISLAM TERHADAP VALENTINE’S DAY
1. Allah mengingatkan kita agar tidak terpesona rayuan dan tipu daya iblis yang senantiasa menampakkan begitu indahnya perbuatan-perbuatan nista manusia, pada-hal perbuat-an itu sebenarnya amat menjijikkan:
“Iblis berkata: “Ya Tuhanku, karena Engkau Telah memutuskan bahwa Aku sesat, pasti Aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti Aku akan menyesatkan mereka semuanya, Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis (ikhlas beribadah) di antara mereka.” (Q.s. al-Hijr : 39-40)
2. Allah melarang kita mendekati zinah, apalagi melakukan perzinahan.
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (Q.s. al-Isra’ : 32)
3. Allah melarang kita mudah terpengaruh oleh perilaku kebanyakan orang, tanpa menge-tahui dasar mereka untuk melakukan perbu-atan tersebut:
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)” (Q.s. 6 al An’am 116)
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentang-nya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertang-gungan jawabnya.” (Q.s. 17 al Isra’ 36)
4.Rasulullah saw. memperingatkan kita agar tidak terseret pada budaya Yahudi dan Kristen, maupun budaya penyembah berhala lainnya.

أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

“Abu Said ra. menyampaikan bahwa Nabi saw. bersabda: “Sungguh kamu akan mengi-kuti perilaku (budaya) orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, selangkah demi selangkah. Hingga meskipun mereka masuk lubang biawak, kamu pun mengikuti-nya.” (HR. Bukhari no. 3197)
(Masyhud SM)

0 komentar:

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP